Jan 30, 2009

Jalan - jalan ke Lamongan

Hari libur Imlek tak saya sia-siakan, biasanya liburan tanggal merah di kalender saya habiskan nonton TV, browsing di internet ataupun tidur sepanjang hari. Tapi, kali ini saya benar-benar ingin keluar dari kurungan. Ingin refresh. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Lamongan, ke rumah salah satu partner kerja saya, yaitu Fuad (suatu saat nanti akan saya perkenalkan). Awalnya, tujuan saya adalah Malang, namun dilihat dari kondisi dan biaya, nggak cukup men…yah, siasat punya siasat akhirnya saya berlabuh di Lamongan.

Perjalanan saya mulai sore, maklum saya sempat kesal dengan teman saya yang meminjam motor tapi nggak kembali-kembali, karena niat awal saya berangkat pagi namun karena ada urusan lain saya tunda hingga sore (15.00 WIB). Namun, sial lagi, motor nggak kunjung muncul. Saya sempat frustasi dan marah-marah. Sesuai dengan perhitungan saya, jika berangkat pukul 15.00 WIB, saya akan sampai sekitar 1,5 – 2 jam ke tempat tujuan karena saya memang benar-benar belum tahu letak persisnya sehingga perlu telusur lebih jauh dan biar tidak kemalaman (istilahnya takut nyasar, hehehe…). Tapi, apalah daya, saya harus berangkat pukul 4 sore lebih. Dan saya pun cabut dari Surabaya melewati Menganti, Gresik. Di tengah perjalanan saya sempat memotret pemandangan di sekitar. Namun, saya harus lebih cepat karena hari sudah larut sore.

Dengan posisi seperti penunggang motoGP, saya pun memacu keras gasnya. Sempat was-was pula dalam perjalanan karena, sekali lagi, baru pertama kali ke luar kota sendirian naik motor. Pendidikan moral 8: jangan bepergian sendiri ke tempat yang tak kamu kenal, namun bila yakin maka pergilah!. Apalagi rute dan arah jalannya nggak saya kenal. Dan waktu saya pun tersita karena seringnya berhenti untuk bertanya. Setelah beberapa kali turun motor, saya pun mencapai tempat tujuan dengan kondisi hari yang kurang bersahabat, sudah malam! Tempat yang saya tuju adalah rumah Fuad, yakni desa Takerharjo, Solokuro. Pfuh…dengan kondisi agak takut, karena daerah di sana kebanyakan bulakan (kebun, tegalan dan beberapa ladang sawah yang sangat sepi) dan kondisi malam yang menyulitkan akan petunjuk jalan. Akhirnya, saya mengabari Fuad melalui SMS di tempat yang saya nggak tahu lebih tepatnya apa dan sekitar 5 menit dia muncul (hiyuh…akhirnya). Dan satu lagi, kata Fuad, memang daerahnya sepi (nah lho…untung aja saya nggak digarong orang tak dikenal…piyuh!)





“pendidikan moral 8: jangan bepergian sendiri ke tempat yang tak kamu kenal, namun bila yakin maka pergilah!”





Setelah peristiwa itu, esok harinya, sekitar pukul 6 pagi, saya meminta Fuad untuk mengantar saya ke berbagai tempat wisata yang dekat. Kemudian, kamipun berangkat naik motor. Tempat awal yang kami tuju adalah Makam Sunan Drajat, yakni sebuah makam salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam dengan jalan berdakwah di Pulau Jawa pada abad ke-17. Makam itu sendiri terletak di desa Drajat, kec. Paciran. (suatu saat nanti akan saya turunkan artikel yang lebih lengkap). Kamipun keliling sebentar di area pemakaman. Suasana saat itu masih pagi, sehingga tak begitu banyak aktifitas para peziarah, hanya terlihat di pos pemberhentian bus. Namun, di area pemakaman hanya ada beberapa juru kunci makam dan pengemis yang biasa tersebar di jalan menuju ke makam utama. Saya pun sempat mengabadikannya. Pagi itu juga, merupakan keberuntungan saya, karena di area makan utama tidak boleh ada aktifitas memotret, namun setelah meminta ijin dan suasana sepi, kamipun diperbolehkan. Alhasil, kesempatan itu saya gunakan sebaik-baiknya.






"sunan Drajat adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam (dengan jalan berdakwah) di Pulau Jawa pada abad ke-17"






Oia, di area pemakaman, saya tertarik dengan batu nisan yang ada di sana. Unik dan sangat kuno. Beberapa diantaranya saya jepret. Batu nisan itu terbuat dari batu cadas asli dan terukir. Bentuknya khas dan sangat berkesan. Sekarang ini, saya yakin tidak ada batu nisan yang semacam ini, kebanyakan bahan bakunya sudah berpindah ke kapur ataupun semen putih.




Setelah mengamati batu-batu nisan dan berkeliling area pemakaman, kami pun melanjutkan perjalanan ke Ponpes Sunan Drajat, yakni pesantren yang mempunyai usaha mandiri untuk para santrinya. Namun, saya belum bisa membahas ini lebih detail karena hanya sekilas. Kemudian, kami melanjutkan ke daerah pantai, tepatnya di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) desa Kranji. Pemandangan pantai yang cukup indah, apalagi pantai ini adalah pantai utara yang dikenal dengan ombaknya yang tak telalu besar sehingga tak cukup mengganggu aktifitas para nelayan. Perahu-perahu besar tampak memadati anjungan. Warna-warni hiasan perahu cukup mengesankan bagi saya. Di sisi lain, banyak orang yang mencari hewan-hewan laut yang kecil di bibir pantai, tepatnya di sela-sela batu karang. Beberapa hewan pantai itu sepengamatan saya seperti bekicot kecil (bahasa jawanya sumpil).

Hari itu saya cukup puas. Namun tak hanya sampai di situ, kami pun mampir ke WBL (Wisata Bahari Lamongan), masih di daerah Paciran. Namun, kami tak masuk karena masih pagi dan waktu yang kurang pas (mungkin suatu saat nanti akan saya turunkan juga tentang WBL).

Terima kasih saya ucapkan untuk partner saya, Fuad, yang rela meluangkan waktunya untuk berkeliling ke tempat-tempat wisata di sekitar sana. Akhirnya, liburan saya pun cukup berkesan dan tentunya sumpek kantor pun pudar.[]

No comments: