May 20, 2009

Portofolio Desain ver.2.0


Bulan Mei-Juni, mungkin merupakan bulan yang berkah bagi saya. Alhamdulillah…setelah melalui proses panjang, akhirnya desain cover buku yang saya buat terbit juga di hadapan publik. Tepatnya beberapa cover buku yang saya desain akan di-launching di Surabaya Book Fair 2009, di Gramedia Expo, 30 Mei-2 Juni 2009.

Buku yang pertama adalah tentang kisah pengidap penyakit Marfan's Syndrome yakni suatu penyakit langka yang membuat penglihatan hampir buta, tulang yang semakin tumbuh memanjang melebihi batas normal hingga aorta jantung ikut membesar sehingga menyulitkan untuk bernafas. Saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Judul buku tersebut adalah Endless Life, sebuah kisah dari Ajeng Wahyu Suminar, seorang pengidap Marfan. Buku ini telah beberapa mengalami revisi yang tak terhitung banyaknya. Termasuk cover buku. Saya tak ingat berapa kali merevisinya.


Proses pembuatan:
Karena ini permintaan, maka saya sesuaikan dengan selera klien. Awalnya ide desain cover tak seperti ini yang ada di ide saya, lebih simple dan menonjolkan karakter font. Namun, konsep saya ditolak sebelum saya ajukan, diganti dengan versi klien tapi tetap saya mencoba untuk menonjolkan font-nya. Akhirnya diterima, namun lagi-lagi direvisi dan terakhir jadinya seperti tampak di atas. Meski tak seratus persen saya puas, namun cukuplah bagi saya untuk belajar memahami klien. Dan untung saja hasil cetakannya tak terlalu mengecewakan.


Buku selanjutnya adalah karangan dari Sofie Beatrix. Buku yang berisi empat buku mengenai cara mendidik anak untuk gemar menulis. Terdiri dari cover utama (sebagai map atau packaging-nya), dua cover panduan orang tua dan dua cover hasil karya tulis anak-anak yang masih berumuran 9-10 tahun. Awalnya, untuk desain cover utama tidak seperti hasil sekarang, tapi desainnya lebih ruwet dan tak menjual. Memang, penulis ingin menonjolkan sosok "pribadi penulis", namun sungguh tak masuk pasar. Akhinya saya mencoba redesign dan hasilnya silakan dilihat di bawah ini.

Proses pembuatan:
Lagi-lagi sesuai dengan selera klien, klien tetap ingin menonjolkan "dirinya" terpampang di cover. Namun, untuk kali ini saya lebih leluasa dan punya power untuk argumentasi sebagai seorang desainer grafis. Akhirnya, setelah debat dan memberikan penjelasan, desain cover ini pun disetujui. Sebagai catatan, desain cover ini saya menonjolkan karakter font "berwarna" khas anak-akan dan ilustrasi yang menggugah semangat untuk berkarya, Namun saya tidak menghilangkan sisi artistik perspektif desain grafis.


Selanjutnya, dua cover dari isi paket, yakni cover hasil karya tulis anak yang berusia 9-10 tahunan. Berikut saya tampilkan desain versi sebelum saya redesign hingga versi saya.


Proses pembuatan:
Kali ini saya lebih bebas, punya andil besar dalam menentukan desain cover. Alasan utama kenapa saya harus mengganti desain cover lama? Karena tidak menjual sama sekali dan kuno. Selain itu, bukan standart yang ada di penerbitan saya. Sebagai bentuk penghargaan atas desainer sebelumnya, saya tidak menghilangkan konten aslinya sehingga desain ini kesannya masih dimiliki oleh desainer sebelumnya. Tak mudah memberikan hasil yang terbaik, setelah melalui negosiasi yang panjang, akhirnya untuk pertama kalinya saya "menang" dalam perebutan ide dan penyajian produk. Saya pun bangga sebagai seorang desainer grafis. Hehehe…namun, saya harus tetap belajar lebih banyak dari pengalaman dan dari "empunya" desain[]

May 13, 2009

The Secret Village of Semeru

Tak ada rencana sebelumnya saya ke tempat ini. Karena tujuan saya yang awal adalah bermain ke Pura yang selanjutnya saya teruskan bermain ke sungai yang sudah lama saya tak melihatnya. Yah, sungai yang bening dan berarus deras. Namun, ketika sampai di sana, saya sungguh heran, sungai itu keruh dan kotor airnya (karena sampah botani). Saya memaklumi karena saat itu musim hujan. Dan akhirnya saya mencari tujuan lain, yakni hutan Tepus (pohon Tepus hanya ada di Lumajang). Dalih ingin mencari objek yang bagus sekalian merefleksikan dengan menghirup udara segar, saya menawarkan ke Fuad. Dan benar saja, Fuad senang saja diajak. Saya kebagian juru mudi dan Fuad juru potret. Karena memang kami niatannya hanya ke hutan, maka saya memacu motor dengan santai sambil menikmati pemandangan di kanan kiri kami. Apalagi, kami melewati perkampungan yang jauh dari pusat kota. Dan setelah beberapa menit, sampailah kami di hutan.


Udara dingin seakan terus menusuk tulang saya. Untung saya memakai jaket agak tebal, namun lupa tak bawa penutup muka dan sarung tangan. Tapi tak apalah, toh tujuan kami hanya sampai hutan. Akhirnya, saya pun meneruskan perjalanan untuk mencari objek yang lebih bagus. Namun, di tengah jalan, kami bertemu dengan mobil yang dikendarai oleh orang Bali yang ketemu di Pura tadi. Saya pikir kayaknya mereka ke Pura yang ada di kaki Semeru, yaitu pura yang berada di desa Ranupani. Yah, desa yang empat tahun lalu saya lihat. Saya pun penasaran dan menawarkan kepada Fuad. Dan lagi-lagi dia mengiyakan, namun sungguh bodoh, kami tak mengisi bensin di perkampungan tadi. Terakhir isi bensin di SPBU dekat rumah, itupun hanya satu liter karena kami pikir cukup untuk ke Pura saja. Eh ndilalah, rasa penasaran kami kok tambah jauh. Mau balik ke perkampungan juga lumayan jauh. Akhirnya, berbekal petunjuk jalan bahwa tempat yang akan kami tuju yaitu Ranupani hanya 27 kilometer, maka kami memberanikan diri ke sana dengan bekal bahwa bensin di motor menunjukkan angka 292,xxx. Asumsi kami, jarak 27 kilometer cukup ditempuh dengan bensin kami yang bisa menempuh jarak 29 kilometer lebih. Apalagi tekad kami juga didukung bahwa jika bensin habis, kami bisa minta tolong kepada orang Bali yang membawa mobil tadi.



Dan berangkatlah kami. Di tengah perjalanan keanehan mulai muncul, angka meter bensin tak menunjukkan tanda-tanda perubahan alias pengurangan jarak. Ah, mungkin sedang error, kamipun melanjutkan perjalanan dengan santai. Kemudian berhenti sejenak untuk mengambil objek gunung Semeru yang kebetulan berada di samping kiri kami dengan view yang indah karena cuaca saat itu mendukung. Perjalanan pun lanjut.



tebing kematian: konon ada pemanjat tebing yang jatuh dan meninggal



Keanehan kedua muncul, mobil Bali yang berada di belakang kami tidak muncul-muncul, kami takut jika mereka mengurungkan niat ke Ranupani, namun ternyata hanya dugaan saya, mobil pun meluncur di depan kami dengan diiringi mobil lainnya di belakang kami. Karena asyiknya menikmati perjalanan, kami tak memikirkan bensin habis atau tidak. Udara yang sejuk dan hijauanya pemohonan melupakan kami. Dan tak dinyana, ketika kami memasuki hutan bambu, angka meter masih menunjukkan 292,xxx tapi volume bensin sudah berada di titik satu (awalnya berada di titik dua). Sepertinya emergency, kamipun bingung. Balik….tak mungkin, sudah jauh. Tolong…mobil Bali yang di depan tak kelihatan, yang di belakang masih belum muncul. Akhirnya, kami tekad melanjutkan perjalanan dengan bensin kritis! Berbekal "bismillah" selama kurang lebih separuh perjalanan akhirnya kami sampai di pintu gerbang Ranupani. "Hoah….", kami berteriak girang, sempat saya menangis juga (karena mengingat hal tadi). Ternyata, setelah melewati "Tebing Kematian", kami harus menembus dua bukit yang menutupi Ranupani. Di situlah permata Semeru tersimpan. Sebuah desa yang sangat indah dan menawan dengan hamparan hijau rerumputan. Tanaman yang subur, udara yang sejuk, orang-orang yang ramah dan tentunya suguhan pemandangan gunung semeru dari dekat (puncak).


Ranupani, desa rahasia yang dimiliki Semeru yang biasanya digunakan sebagai tempat transit bagi siapa saja yang ingin mendaki ke gunung Semeru. Karena di sana ada tempat perijinan pendakian dari balai konservasi kawasan Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru. Ranupani, desa yang sangat saya cintai, yang sudah empat tahun saya tak mengunjunginya kembali. Kali ini, saya disuguhi dengan pemandangan-pemandangan luar biasa. Hamparan tanaman kentang, bawang, sayur kol kubis, sawi dan kacang-kacangan. Termasuk, hamparan bunga yang sungguh indah. Tak kecuali Ranu (danau) yang menjadi ciri khas Ranupani. Sungguh perjalanan yang tak mungkin saya lupakan. Sampai-sampai saya ingin mempunyai rumah, teman ataupun kerabat di Ranupani sehingga memudahkan dan mendekatkan saya dengan Ranupani. Ranupani, the Secret Village of Semeru. I love it![]

Bali Kecilku…



Liburan waisak memang tak saya sia-siakan. Mengganti liburan ke Malang, saya pun berinisiatif pulang ke rumah. Dengan mengajak satu teman, pas sudah perjalanan pulang ke rumah.

Pagi, awal mentari menyapa awan. Awal mentari mengajak saya "naik" ke atas. Yah, malam harinya setiba dari Surabaya, saya dan teman saya, Fuad, berencana ke "atas". Maksudnya, main ke daerah yang daratannya lebih tinggi dari tempat saya tinggal. Daerah itu adalah Senduro, lokasinya sekitar 30 kilometer dari rumah saya. Tempatnya dekat dengan gunung Semeru, dengan kata lain, Senduro merupakan puncaknya kabupaten Lumajang yang berada di kaki gunung Semeru (kawasan pegunungan Semeru). Namun, lebih bersifat geografis, karena yang lebih dekat gunung Semeru adalah Ranupani.

Berangkatlah saya dan Fuad naik motor jam enam pagi. Meski sebenarnya udaranya sangat dingin, namun kami nekad berangkat. Alasannya, jika terlalu siang, takutnya kami tak mendapatkan view yang bagus. Dan ternyata benar, kami sampai di sana memang agak siang, maksudnya matahari sudah menanjak, padahal kami ingin memotret matahari terbit dari puncaknya Lumajang. Namun tak mengapa, karena tujuan utama kami adalah mampir ke Pure (Pura) yang ada di Lumajang. Namanya, Pura Mandara Giri Semeru Agung, pura terbesar yang ada di Lumajang. Dan tiap tahunnya ramai dikunjungi para umat Hindu yang ingin bersembahyang. Mereka kebanyakan berasal dari Bali. Karena pura tersebut masih ada hubungannya dengan pura Besakih yang ada di Bali.


Memang kami sengaja mencari momen yang ramai di pura tersebut, karena awalnya saya ingin memberikan kejutan kepada Fuad bahwa di tempat saya ada Bali. Yah, saya menyebutnya Bali kecil. Dan ternyata tanpa ada pembicaraan sebelumnya, Fuad sudah mengatakan, "Kayak di Bali". Kamipun memarkir motor pas di depan pura dan masuk ke halaman utama pura. Pertama yang kami lihat, pura ini tampak misterius karena bangunannya kuno dan seberang dalam tampak sinar yang muncul di balik bangunannya. Meski sinar itu sebenarnya matahari, namun sungguh misterius berada di balik pura.



Di halaman utama, tampak hamparan rumput hijau diapit dua bangunan pura. Karena tak boleh masuk sampai ke dalam (yang boleh masuk khusus yang ingin sembahyang), maka kami hanya bermain di sekitar halaman utama. Kamipun mencoba mengabadikan beberapa objek yang menurut kami bagus. Diantaranya objek pura halaman utama secara keseluruhan. Selanjutnya, pintu utama (tapi sedang dikunci) dengan motif ukiran khas Bali dengan ornamen gambar tokoh yang ada di cerita agama Hindu. Selain itu, patung yang terbuat dari batu yang biasa diletakkan di samping kanan kiri pintu, atau biasa disebut Reca, menjadi objek kami berikutnya.



Tak beberapa lama kemudian, tampak serombongan orang Bali yang seusai sembahyang keluar menuju ke halaman utama. Dan ketika mereka sibuk dengan sendirinya, saya iseng sedikit pada barang bawaan mereka, yaitu bungkusan yang terbuat dari anyaman bambu, dalam bahasa Jawanya: Besek. Namun, barang yang satu ini cukup unik bagi saya karena ada motifnya dan warnanya pun kebetulan warna kesukaan saya, biru. Setelah puas mengambil objek, saya pun melanjutkan perjalanan berikutnya, yakni ke sungai yang sudah lama saya tak mengunjunginya kembali. (bersambung: The Secret Village of Semeru)[]



May 12, 2009

Secangkir Kopi dan Kue


Benak di kepala kita seakan penuh dengan dunia imajinasi. Dunia khayal antah berantah. Dunia yang sungguh luas untuk kita pikirkan. Ada banyak hal-hal indah dan tak terduga yang tersimpan di sana. Yah, suatu proses kreatif akan menggalinya. Ketika kita berjalan, kita akan melihat. Ketika kita melihat, kita sebenarnya mengamati, mendengar dan berbicara pada diri kita. Inilah yang saya namakan proses kreatif.

Sekeliling kita adalah laboratorium berjalan dan dekat dengan kita. Proses kreatif itu muncul dari sana. Coba kamu perhatikan sekelilingmu, maka kamu akan menemukan keindahan yang selama ini tak kamu pikirkan. Cari tahu dan temukan jawabannya. Pun demikian telah saya coba secara tak sengaja. Sewaktu liburan waisak, saya diminta tolong untuk menjadi juru kamera di salah satu acara teman sekantor saya. Dalih untuk refresh sekalian sebelum pulang, saya pun mengiyakan tawarannya. Namun, karena saya suntuk hanya motrat-motret yang ini-itu tanpa punya rasa greget bagi saya. Maka di saat lengang, saya menjadi "liar", saya curi-curi kesempatan ke toilet, jalan-jalan dan tidur. Alhasil, ada beberapa objek yang menurut saya sangat unik dan indah.




Korban pertama adalah secangkir kopi dengan taplak meja motif kotak-kotak merah putih. Jepret! Keusilan saya pun jadi. "Wah lumayan bagus", gumam hati saya. Lanjut cari korban berikutnya, tabir atau kelambu penutup toilet pun jadi sasaran. Klik! Hihihiks…agak feminim. Maklum, tabir itu bermotif batik dan berpita. Sangat indah! Korban selanjutnya adalah mangkuk kecil dan sendok es buah. Jepret! Sungguh puas…mangkuk ditata berdiri teratur dan sendok melingkar.




Huah…lega bisa usil sedikit di paruh waktu acara teman saya. Dan karena saking ngantuknya, saya tidur sejenak di belakang meja registrasi. Setelah memejamkan mata selama 10 menit, ada yang mengusik saya ketika bangun. Yah, taplak meja registrasi yang bermotif batik. Dan tanpa dikomando…jepret! Lumayan…nambah koleksi. Hehehe….tak sampai di situ, mata ini rasanya gatal melihat batik di depan meja registrasi. Kali ini meja milik peserta rapat. Dan…jepret! Batik bercorak putih dengan banckground merah pun masuk dalam memory card. Akhirnya, korban saya bertambah dan berakhir sudah "pembantaian" ini. Kalau bukan karena lapar, saya tak mungkin ambil kue sebagai pengganjal perut sehingga saya ngantuk. Dan kalau bukan karena ngantuk, saya takkan ambil secangkir kopi. Dan dari sinilah semua berawal![]

May 4, 2009

Warung Langganan


Tak banyak tahu memang tentang warung makan ini. Sekilas memang mirip dengan rumah masakan padang, namun isinya tak jauh berbeda dengan masakan jawa kebanyakan. Namanya warung Lestari. Yah, warung langganan saya sekitar 2 tahun ini. Lokasinya terletak di jalan Jemurwonosari gang Lebar no 53, tepatnya sebelah gang VII atau depan depot pengisian ulang air minum.

Warung yang berdiri sejak 3 tahun yang lalu ini terlihat sangat ramai. Mungkin awalnya, sepengetahuan saya, tidak begitu banyak dilirik orang. Namun, sekitar 2 tahun belakangan ini, warungnya cukup ramai. Dan menu makanannya lebih beragam daripada satu tahun sebelumnya. Bu Cicik, sang empunya, mengatakan bahwa warung ini dulunya sempat buka namun bukan di tempat yang baru ini, lokasinya sekitar 200 meter dari lokasi sekarang. Karena ada saudara yang meninggal dan tak bisa melanjutkan usahanya, maka Bu Cicik melanjutkan usaha tersebut. Dan berkembanglah seperti saat ini.


Menu yang tersedia cukup mengganjal isi perut, sebut saja pecel (ciri khas masakan Jawa Timur), sayur lodeh, sayur asem-asem, sup, nasi campur. Dan yang paling banyak dicari orang adalah peyek urang dan cumi (kalo yang satu ini, mohon maaf, saya tak begitu suka. Hehehehe….). harganya pun cukup ringan untuk harga mahasiswa, paling murah 3500 (dengan menu lauk telur) dan harga maksimal 6000. Untuk minumannya pun beragam, kebanyakan masih mengandalkan minuman cepat saji alias sachet. Namun, bagi yang tak suka bisa minum es teh/ teh hangat alami.


Jangan salah, warung yang satu ini mempunyai kelebihan daripada yang lain, yakni gratis baca koran. Sambil menunggu makanan dan minuman disajikan, kita bisa baca koran sepuasnya. Sepengamatan saya ada 2 koran, yakni Jawa Pos dan Memo. Selain itu, musik juga menjadi nilai khusus untuk warung ini. Meski hanya sekedar radio, namun cukup untuk menambah suasana betah. Kadangkala saya menghabiskan waktu 2 jam sendiri untuk menikmati
koran dan alunan musik. Maklum, saya sendiri tak mau ketinggalan berita tiap harinya, istilahnya "always update news everday". Rasanya jika tak baca berita, kurang lengkap selama satu hari itu. Intinya, berita adalah bagian harian saya.

Hitung-hitung untuk persiapan dokumentasi kenangan di kampus sebelum lulus, saya memang sengaja menampilkan warung langganan saya. Maklum, setiap jenjang tingkat selalu ada warung kenangan bagi saya. Yang paling nempel terus di ingatan ini adalah warung Jatimun, Jember. Bagi temen-temen yang ingin menikmati menu masakan warung Lestari, monggo…mereka akan melayani Anda dengan ramah![]

Refresh sebelum Skripsi



Waktu terus bergulir, tak terasa sudah semester 8. Satu semester lebih telat dari rencana semula. Namun, saya tetap bersyukur dengan keadaan seperti saat ini. Syukur itu lebih ketika saya terpilih (bukan terpilih sih…tapi lebih tepatnya diajak salah seorang teman) untuk mewakili fakultas untuk presentasi hasil KKN 2008 se-kampus. Waktu selama 1 bulan penuh tidak saya sia-siakan untuk mempersiapkan segalanya, termasuk materi presentasi power point berikut cara penyampaiannya. Setiap malam selama 1 minggu sebelum hari-H saya terus berlatih. Baik itu cara penyampaian, menjawab pertanyaan hingga menunjukkan bukti-bukti hasil KKN. Dan sampailah pada hari yang dinantikan. Namun sungguh sayang, ketika itu ada masalah tentang siapa yang berhak mewakili untuk kegiatan ini. Padahal sudah 1 bulan sebelumnya saya dan teman saya yang bernama Ais yang akan mengikuti kegiatan ini. Tapi, ada oknum dosen yang membatalkan pemberangkatan saya. Saya pun komplain ke bagian dekanat dan alhamdulillah ditanggapi baik dan akhirnya saya, Ais dan satu teman lagi yang awalnya menggantikan kami pun berangkat.


Dalam perjalanan saya tertawa kecil mengingat kejadian sebelumnya. Saya tak habis pikir jika oknum dosen itu pilih kasih. Namun, biarlah itu kenangan luka lalu. Sekarang, saya harus siap untuk melakukan yang terbaik kepada fakultas. Apapun alasannya, saya harus siap tampil semaksimal mungkin. Selama satu jam perjalanan, sampailah kami di hotel Tanjung Plasa, Tretes. Setelah turun dari kendaraan, kami check in, saya kebagian kamar nomor 22.



Sesuai jadual, kami akan melakukan presentasi sekitar sore menjelang magrib. Namun, ternyata jadual berubah karena rektor saat itu datang terlambat dan mendadak. Akhirnya, acara pembukaan pun dimulai tanpa kami. Tak masalah, yang penting kami masih bisa enjoy menikmati pemandangan malam itu. Sambil menunggu jadual kami, ngobrol ngalur-ngidul pun kami lakukan. Entah itu tentang cerita ketika KKN atau rencana-rencana untuk menunjukkan citra kampus. Sudah sekitar 4 jam lebih kami berbincang-bincang, namun jadual giliran kami belum kunjung tiba. Kami pun sempat putus asa, namun akhirnya tiba juga. Ternyata, tak hanya itu kekesalah kami, ketika presentasi pun kami sempat berantakan karena waktu yang disediakan tak cukup dan lagi-lagi pilih kasih moderatornya. Kami pun menyadari bahwa ada yang tidak suka dengan kehadiran kami yang sebelumnya memang akan digantikan orang lain. Meski presentasi tetap berjalan, namun saya kurang puas! Tanpa dikomando, saya pun walk out dari tempat acara dan menuju ke kamar nonton tipi.



Selesai acara, saya tak memikirkan kejadian tadi. Saya dan teman-teman menganggap bahwa kegiatan ini adalah refreshing. Makanya tak ada yang serius. Alhamdulillah, meski agak dongkol namun dengan suasana persaudaraan dan persahabatan yang hangat di antara kami, hati saya menjadi lega. Yah, saya mengatakan bahwa tangal 2 – 3 April adalah hari yang cukup untuk menyegarkan pikiran. Tepat menjelang skripsi, anggap saja ini bagian dari antiklimaks dalam perjalanan hidup. []