Jun 20, 2010

Ought!



Saya tak tega tatapan mata itu kosong... (Ought!)
Saya tak ingin melihat simpul senyum itu hilang... (Ought!)
Saya sedih... (Ought!)

Ya. Beberapa hari ini memang itulah yang saya rasakan. Memang benar apa kata Indah Dewi Pratiwi: "Baru aku tahu, cinta itu apa...Baru aku tahu, sakit itu apa..."

Begitulah yang saya rasakan: Baru aku tahu, berharga itu apa ketika aku kehilangan. Namun, apapun terjadi, saya harus tetap menjadi pribadi yang unggul dan terbaik. Meski saya harus rela kehilangan semuanya; kenangan masa kecil, tembok-tembok kamar yang sering saya coreti, dapur yang selalu mengepulkan asap, bau tanah ketika hujan turun, rumput-rumput hijau yang rela saya injak dan beragam kenangan yang sebenarnya tak bisa saya lupakan.

Hati saya berkata: Inilah hidup. Kita harus siap ketika Allah memilih kita untuk mendapatkan rizki, begitu pula kita harus siap ketika Allah memilih kita untuk mendapatkan cobaan. Berat! Sungguh berat! Saya tak tega melihat orang-orang yang saya sayangi harus mengeluarkan air mata. Ketika tatapan mata itu sayu menatap keputusan malam itu. Tak ada kata, diam, membisu. Seluruh kepala pun menunduk. Namun, saya harus tegar, saya harus tegar, saya harus tegar.

Allah masih sayang kepada saya. Allah menegur saya dengan cara-Nya. Maka saya pun menoleh ketika Allah menepuk pundak saya. Hati kecil saya berkata: ini jalan yang terbaik dan saya harus bisa menjalaninya meski dengan medan yang berat. Dan saya janji, saya harus menjadi lebih baik dan membuktikan bahwa keputusan malam itu salah.

Saya berharap badai segera berlalu dan saya yakin: "Badai pasti berlalu..." (Ought!) []