Liburan waisak memang tak saya sia-siakan. Mengganti liburan ke Malang, saya pun berinisiatif pulang ke rumah. Dengan mengajak satu teman, pas sudah perjalanan pulang ke rumah.
Pagi, awal mentari menyapa awan. Awal mentari mengajak saya "naik" ke atas. Yah, malam harinya setiba dari Surabaya, saya dan teman saya, Fuad, berencana ke "atas". Maksudnya, main ke daerah yang daratannya lebih tinggi dari tempat saya tinggal. Daerah itu adalah Senduro, lokasinya sekitar 30 kilometer dari rumah saya. Tempatnya dekat dengan gunung Semeru, dengan kata lain, Senduro merupakan puncaknya kabupaten Lumajang yang berada di kaki gunung Semeru (kawasan pegunungan Semeru). Namun, lebih bersifat geografis, karena yang lebih dekat gunung Semeru adalah Ranupani.
Pagi, awal mentari menyapa awan. Awal mentari mengajak saya "naik" ke atas. Yah, malam harinya setiba dari Surabaya, saya dan teman saya, Fuad, berencana ke "atas". Maksudnya, main ke daerah yang daratannya lebih tinggi dari tempat saya tinggal. Daerah itu adalah Senduro, lokasinya sekitar 30 kilometer dari rumah saya. Tempatnya dekat dengan gunung Semeru, dengan kata lain, Senduro merupakan puncaknya kabupaten Lumajang yang berada di kaki gunung Semeru (kawasan pegunungan Semeru). Namun, lebih bersifat geografis, karena yang lebih dekat gunung Semeru adalah Ranupani.
Berangkatlah saya dan Fuad naik motor jam enam pagi. Meski sebenarnya udaranya sangat dingin, namun kami nekad berangkat. Alasannya, jika terlalu siang, takutnya kami tak mendapatkan view yang bagus. Dan ternyata benar, kami sampai di sana memang agak siang, maksudnya matahari sudah menanjak, padahal kami ingin memotret matahari terbit dari puncaknya Lumajang. Namun tak mengapa, karena tujuan utama kami adalah mampir ke Pure (Pura) yang ada di Lumajang. Namanya, Pura Mandara Giri Semeru Agung, pura terbesar yang ada di Lumajang. Dan tiap tahunnya ramai dikunjungi para umat Hindu yang ingin bersembahyang. Mereka kebanyakan berasal dari Bali. Karena pura tersebut masih ada hubungannya dengan pura Besakih yang ada di Bali.
Memang kami sengaja mencari momen yang ramai di pura tersebut, karena awalnya saya ingin memberikan kejutan kepada Fuad bahwa di tempat saya ada Bali. Yah, saya menyebutnya Bali kecil. Dan ternyata tanpa ada pembicaraan sebelumnya, Fuad sudah mengatakan, "Kayak di Bali". Kamipun memarkir motor pas di depan pura dan masuk ke halaman utama pura. Pertama yang kami lihat, pura ini tampak misterius karena bangunannya kuno dan seberang dalam tampak sinar yang muncul di balik bangunannya. Meski sinar itu sebenarnya matahari, namun sungguh misterius berada di balik pura.
Di halaman utama, tampak hamparan rumput hijau diapit dua bangunan pura. Karena tak boleh masuk sampai ke dalam (yang boleh masuk khusus yang ingin sembahyang), maka kami hanya bermain di sekitar halaman utama. Kamipun mencoba mengabadikan beberapa objek yang menurut kami bagus. Diantaranya objek pura halaman utama secara keseluruhan. Selanjutnya, pintu utama (tapi sedang dikunci) dengan motif ukiran khas Bali dengan ornamen gambar tokoh yang ada di cerita agama Hindu. Selain itu, patung yang terbuat dari batu yang biasa diletakkan di samping kanan kiri pintu, atau biasa disebut Reca, menjadi objek kami berikutnya.
Tak beberapa lama kemudian, tampak serombongan orang Bali yang seusai sembahyang keluar menuju ke halaman utama. Dan ketika mereka sibuk dengan sendirinya, saya iseng sedikit pada barang bawaan mereka, yaitu bungkusan yang terbuat dari anyaman bambu, dalam bahasa Jawanya: Besek. Namun, barang yang satu ini cukup unik bagi saya karena ada motifnya dan warnanya pun kebetulan warna kesukaan saya, biru. Setelah puas mengambil objek, saya pun melanjutkan perjalanan berikutnya, yakni ke sungai yang sudah lama saya tak mengunjunginya kembali. (bersambung: The Secret Village of Semeru)[]
No comments:
Post a Comment