Saya masih ingat dulu waktu masih bau kencur menyandang status mahasiswa, ada Festival Animasi Nasional, yang waktu itu diadakan di Universitas Negeri Malang. Saya sangat bangga dan salut atas terselenggaranya even tersebut. Namun, umur demi umur, eh lha kok nggak ada kabar rimbanya lagi.
Memang, kendala yang sangat umum saat ini adalah masalah dana. Selain itu, ternyata pemerintah kita juga kurang mendukung adanya program-program kreatif yang murni hasil karya anak negeri. Padahal dukungan itu sangat dibutuhkan untuk menstimulasi kreatifitas yang lebih baik. Begini saja, lupakan tentang dana dan dukungan pemerintah. Saat ini, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana hasil karya anak negeri mampu menjadikan karya yang membanggakan bagi negeri ini. Mungkin, saat ini pemerintah belum bisa menerima proposal proyek kreatif karena belum ada bukti. Bisa jadi ini alasan utama mereka yang sehingga untuk dukungan materi pun kurang begitu dipedulikan. Yah…kita harus mengakui kelemahan negeri ini. Namun, sekali lagi, ayo tunjukkan bahwa kita semua, anak negeri yang kreatif, harus tetap menjadikan diri kita orang yang kreatif. Tak usah menunggu, dana atau dukungan pemerintah.
Sebagai pembanding, akhir-akhir ini saya sering mencari info dan mengikuti perkembangan animasi di negera tetangga kita. Sebut saja Malaysia, Thailand dan India. Berikut hasil penelusuran saya:
Animasi Malaysia
Menurut kabar, film animasi buatan Malaysia ini memang disponsori oleh pemerintah, jadi mereka lebih kuat dalam dana sehingga stimulus kreatifitas yang lebih mampu didapat. Mungkin ini adalah pelajaran bagi kita semua serta pemerintah Indonesia tercinta ini. Betul, gan?
Animasi India
Film Sultan the Warriors memang masih terdengar baru, namun siapa sangka bahwa India yang dulunya dikenal lebih miskin daripada Indonesia mampu membuat gebrakan yang membuat kita geleng-geleng. Apalagi dalam film animasi tersebut didukung oleh komposer musik ternama, AR Rahman, yang telah memenangi dua kategori piala Academy Award (Oscar) 2009 dengan kreatifitas soundtrack-nya di film Slumdog Millioner yang juga memenangi beberapa penghargaan internasional.
Film Sultan the Warriors sendiri berlatar tentang kerajaan Islam di India. Sedangkan Bal Ganesh sudah tentu berlatar Hindu, karena film ini menceritakan tentang Ganesha (si Dewa Gajah). Kedua film animasi ini beda rumah produksi, jadi karakter dan gaya maupun pesan yang disampaikan juga berbeda. Namun, bila dibandingkan dengan animasi Malaysia, mereka kalah dalam teknik animasi 3D, namun dalam soundtrack, India jagonya.
Animasi Thailand
Nak (Sahamongko Film International)
Beda lagi dengan Nak, film animasi yang bercerita tentang makhluk halus serta manusia yang mempunyai kekuatan magis, seperti Fantastic Four. Setting film ini masih mengandalkan misteri dan horor. Menurut saya, animasi ini masih biasa dibanding dengan animasi-animasi yang lain.
Luk Songo (mattanee.blogspot.com)
Saya bangga menjadi orang Indonesia yang tak mau kalah dengan negara lain, terutama dalam film animasi. Sing to the Dawn merupakan film animasi pertama yang dipublikasikan dan dikomersialkan, namun menurut kabar bukan asli seratus persen orang Indonesia yang membuat, karena ada beberapa animator asing yang ikut terlibat di dalamnya, sebut saja animator asal negeri Singapura. Maklum, rumah produksi Sing to the Dawn berada di Batam, tapi berpusat di Singapura.
Karakter pada film ini Asia banget, Indonesia banget. Landscape yang ditampilkan pun sangat apik, namun masih kalah dengan teknik dari Les’ Copaque. Kalau dengan animasi India, Indonesia masih lebih baik.
Luk Songo, film animasi asli garapan anak lokal, anak negeri, asal Surabaya, namanya Jacky (baca: Zaki) dan Kurniawan. Saya salut dengan film ini, meski awal-awalnya agak kaku dan bukan seperti animasi 3D, namun perkembangannya sungguh bagus. Dari beberapa episode, peningkatan karakter dan teknik semakin ciamik. Ini adalah salah satu animasi indie yang terdeteksi. Mungkin masih banyak animator-animator indie yang lain yang mempunyai karya (terus cari yak…)
Film Luk Songo bercerita tentang masa-masa kerajaan Islam di pulau Jawa, lebih mirip sama karakter Wali Songo, namun kesan bukan walisongo. Saya sangat bangga banget dengan film animasi ini, karena karakter lokal mampu ditampilkan dengan ciamik.
Semua yang telah saya uraikan di atas merupakan buah pikir selama beberapa bulan ini, karena saya turut bangga dan harus terlibat terus dalam mempromosikan Indonesia di mata Internasional. Harapan saya, kepada para animator yang ada di penjuru nusantara ini, tunjukkan karya kalian, jangan hanya memikirkan tentang profitnya, namun promo dan gaungnya yang penting. Nggak usah menunggu dana (materi) dan dukungan dari pemerintah, karena orang kreatif tak mengenal itu. Orang kreatif adalah orang yang out of the box, kalau masih menunggu tangan pemerintah, kapan kita keluar dari kotaknya? Semoga, dengan artikel ini, pemerintah kita sadar bahwa karya anak negeri patut diapresiasi. Setuju? Bungkus…[]